Saham MTEL PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk Bagus Tidak Ya

BERITA.TOP , JAKARTA – Sederet fund manager asing mulai mengalirkan dana kelolaan investasinya ke saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) alias Mitratel usai perseroan masuk dalam indeks global berkapitalisasi Rp11.019 triliun.

Berdasarkan data Bloomberg pada rentang 5-6 Maret 2024, terjadi pembelian saham Mitratel oleh Dimensional Fund Advisor (DFA) sebesar 14,44 juta saham. Dengan demikian total kepemilikan (DFA) atas saham MTEL mencapai 38 juta unit atau setara 0,05%.

Seakan tidak mau ketinggalan, Manulife Financial Corp melakukan langkah serupa dengan memborong saham MTEL sebanyak 17,69 juta saham. Dengan begiti total kepemilikan Manulife atas saham MTEL mencapai 22,21 juta atau setara 0,03%.

Akhirnya salah satu pemain besar yakni Vanguard Group Inc. ikut melakukan pembelian sekalipun masih tipis sebanyak 16.700 saham. Meski demikian total kepemilikan saham Mitratel oleh Vanguard telah mencapai 718,9 juta atau setara dengan 0,83%.

Selanjutnya Mirae Asset Global Investment ikut menanam modal dengan membeli 309.100 saham Mitratel. Bila ditotal, kini Mirae Asset Global Investment telah memegang 21,54 juta saham MTEL atau setara dengan 0,03%.

Sementara itu, eksposur atas saham MTEL ke investor asing terjadi setelah saham perseroan masuk dalam GPR Pure Infrastructure Index.

Berdasarkan data Bloomberg, Mitratel akan mulai efektif masuk dalam GPR Pure Infrastructure Index pada 18 Maret 2024. Sebagai informasi, indeks itu terdiri dari 90 perusahaan yang mewakili kapitalisasi pasar sebesar US$700 miliar atau setara Rp11.019 triliun dengan kurs Rp15.742.

Lembaga Finansial GPR menyaring perusahaan yang memperoleh lebih dari 50% pendapatan yang berasal dari barang, energi, dan informasi dengan memiliki atau mengoperasikan aset nyata. Perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar free float lebih dari US$ 100 juta berhak untuk dimasukkan. Seri indeks ini meliputi berbagai wilayah hingga 1.346 negara, sektor logistik, energi, transportasi dan komunikasi.

Adapun selama 2023, GPR Pure Infrastructure Index telah tumbuh 7,7% serta digunakan oleh lembaga finansial seperti BNP Paribas dan Aviva Investors sebagai acuan.

Mulai 18 Maret 2024, Mitratel akan bersanding dengan American Tower Corp yang memiliki kapitalisasi pasar US$94 miliar, Crown Castle Inc. US$48 miliar, dan National Grid plc US$38,5 miliar. Secara kontinen dari 90 emiten yang terdaftar mayoritas berasal dari Amerika 68,9%, Asia 2,7%, Eropa 21,8% dan Oceania 6,5%.

Selain itu, Mitratel juga telah resmi masuk dalam indeks LQ45. Analis Mirae Asset Sekuritas Christopher Rusli menjelaskan saham MTEL masuk karena kinerjanya dibandingkan semua perusahaan menara paling menjanjikan. Menurutnya, valuasi MTEL relatif lebih murah dibandingkan dengan peers-nya atau perusahaan sejenis.

“MTEL juga secara aktif mengakuisisi menara ya dan bisa dibilang paling agresif dibandingkan dengan TOWR dan TBIG,” kata Christopher. Dia berharap hal tersebut dapat menjadi katalis bagi kinerja Mitratel yang lebih baik lagi pada 2024.

Christopher melanjutkan sejauh ini, sentimen untuk perusahaan menara akan datang dari sisi pertumbuhan digital. Menurutnya, angka penetrasi internet di Indonesia pada 2023 mencapai 77% dan diekspektasikan akan terus meningkat dengan adanya pertumbuhan pengguna internet di kota-kota tier 2 dan seterusnya.

Dengan adanya peningkatan ini, lanjut Christopher, kebutuhan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan tersebut dibutuhkan oleh operator seluler seperti TLKM, EXCL, dan ISAT yang membutuhkan jangkauan area lebih luas.

“Jadi secara otomatis, permintaan untuk menara juga bisa diekspektasikan akan meningkat. Nah menurut kami yang akan diuntungkan adalah perusahaan menara yang secara aktif bertumbuh seperti MTEL,” ucapnya.

Mitratel (MTEL) Cetak Laba Bersih Rp2,01 Triliun 2023, Naik 12,62%

Emiten menara telekomunikasi PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel mencatatkan peningkatan pendapatan dan laba bersih sepanjang tahun 2023. Laba bersih MTEL meningkat dari 2022 menjadi Rp2,01 triliun di 2023.

Berdasarkan laporan keuangannya, MTEL membukukan pendapatan sebesar Rp8,5 triliun pada tahun 2023. Pendapatan ini meningkat 11,20% dibandingkan tahun lalu sebesar Rp7,72 triliun.

Pendapatan ini didorong oleh pelanggan seperti dari PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel sebesar Rp4,84 triliun, dari PT Indosat Tbk. (ISAT) Rp1,69 triliun, dan PT XL Axiata Tbk. (EXCL) sebesar Rp881 miliar.

Sementara itu, berdasarkan jenisnya pendapatan ini diperoleh dari bisnis penyewaan menara atau tower leasing yang menjadi penyumbang terbesar senilai Rp7,14 triliun, atau tumbuh 12,0%. Sementara itu, pendapatan dari segmen fiber optic terus berkembang dengan menghasilkan pemasukan Rp207 miliar.

Mitratel juga mencatatkan penurunan beban operasional Rp4,96 triliun, hanya tumbuh 8,3% atau lebih rendah dari pertumbuhan pendapatan yang mencapai 11,2%. Akan tetapi, beban pokok pendapatan MTEL naik menjadi sebesar Rp4,3 triliun, tumbuh 7,46% dibandingkan tahun lalu sebesar Rp4,07 triliun.

Pada 2023, MTEL pun mencatatkan laba tahun berjalan sebesar Rp2,01 triliun. Laba bersih ini meningkat 12,62% dibandingkan tahun 2022 yang sebesar Rp17,8 triliun.

Pada tahun 2023, Mitratel juga berhasil menambah 2.596 menara sehingga saat ini memiliki 38.014 menara, dengan membangun menara baru (organik) dan mengakuisisi hampir 2.000 menara.

Mitratel juga tercatat menambah jangkauan fiber optic sepanjang 15.880 km selama tahun 2023. Dengan tambahan ini, total panjang fiber optic milik Mitratel mencapai 32.521 km pada akhir tahun 2023 atau tumbuh sebesar 95,4%.

Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko (Teddy) menjelaskan pencapaian tahun 2023 tidak lepas dari ekspansi Mitratel dalam menambah portofolio aset, terutama di luar Jawa. Strategi tersebut sejalan dengan rencana bisnis perusahaan operator seluler yang tengah menggelar ekspansi keluar Jawa, baik untuk memperluas coverage, pangsa pasar hingga meningkatkan kualitas koneksi internet di rural area.

“Di saat yang sama, kami terus mengoptimalkan aset produktif dan memperbanyak penggunaan teknologi digital dalam keseharian bisnis. Kombinasi antara pertumbuhan pendapatan, optimalisasi aset dan pengelolaan biaya membuat EBITDA Margin kami semakin baik,” kata Teddy dalam keterangan resminya, Kamis (7/3/2024).

Teddy melanjutkan Mitratel akan terus memperkuat posisinya sebagai mitra strategis operator seluler dalam melakukan konsolidasi sekaligus membantu mereka ekspansi ke sejumlah wilayah baru pusat pertumbuhan ekonomi.

“Portofolio menara dan fiber kami tersebar merata di seluruh Indonesia. Sebanyak 22.237 menara, atau 58% dari total, berada di luar pulau Jawa. Jaringan infrastruktur yang kami miliki akan memudahkan para operator seluler untuk memperdalam penetrasi pasar dan mengembangkan bisnis, terutama di area rural,” ujarnya.

Konsolidasi di sektor telekomunikasi, menurut Teddy, juga akan memberikan dampak positif terhadap industri penunjang, termasuk penyewaan menara dan fiber optic. Dengan persaingan di industri telekomunikasi yang lebih sehat, kinerja keuangan para operator seluler diharapkan akan lebih kuat, sehingga memiliki kapasitas untuk memperluas coverage sekaligus meningkatkan kualitas jaringan.

“Permintaan untuk sewa menara, fiber optic dan layanan penunjang lainnya bakal meningkat sejalan dengan rencana ekspansi, terutama ke wilayah sentra pertumbuhan ekonomi baru di masa mendatang,” tuturnya.

Anak usaha Telkom ini juga terus mencatatkan kenaikan jumlah kolokasi dari 16.588 menjadi 19.395 tenant, atau meningkat 16,9%. Jumlah tenant juga bertumbuh 10,4% dari 52.006 menjadi 57.409 tenant. Peningkatan ini berdampak pada tenancy ratio dari 1,47x menjadi 1,51x.

“Kontribusi bisnis di luar Jawa tercermin pada pertumbuhan tenant sebesar 12%, lebih tinggi dibandingkan di Jawa yang pertumbuhannya sebesar 9%,” katanya.

MTEL juga membukukan kenaikan aset sebesar 1,7% menjadi Rp57,01 triliun didorong oleh peningkatan aset tetap, baik dari kegiatan organik maupun inorganik dengan memaksimalkan penggunaan dana IPO.